JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Sosial mendorong partisipasi masyarakat untuk bersama-sama menyelamatkan generasi Indonesia dari bahaya napza (Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif).

Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawansa mengatakan realitas penyalahgunaan napza tidak bisa dianggap sepele. Terlebih, Presiden Joko Widodo telah menyatakan status Indonesia Darurat Narkoba.

“Tahun 2015 setiap hari 40-50 orang tewas akibat napza. Sementara kurang lebih Rp 63 triliun dihabiskan untuk membeli napza,” ungkapnya saat peringatan Hari Anti Narkotika Sedunia yang jatuh pada tanggal 26 Juni 2016.

Dikatakan, berbagai langkah pencegahan harus dilakukan oleh semua pihak agar jumlah korban penyalahgunaan narkoba bisa direduksi dari waktu ke waktu. Mengingat, saat ini peredaran narkoba bukan hanya menyasar remaja dan orang dewasa, namun sudah sampai ke anak-anak bahkan balita.

“Jadi kita cegah yang belum memakai, dan kita rehab korbannya,”

Mensos  mengatakan, dalam upaya pencegahan keluarga memiliki peran yang sangat strategis untuk membentengi anggotanya dari perilaku penyalahgunaan napza. Keluarga harus peka terhadap perubahan prilaku anggota keluarga.

“Karakter individu yang terbiasa mengkonsumsi napza biasanya ahli dalam tiga ong yaitu bengong, bohong, dan nyolong. Prilaku tersebut yang harus dicermati,” tuturnya.

Dalam upaya pencegahan, kata Khofifah, pemerintah telah menyiapkan Pusat Informasi dan Edukasi (PIE) yang berfungsi mengedukasi masyarakat dari bahaya napza. PIE sendiri telah dibangun di empat tempat yakni Mataram, Kota Malang, Yogyakarta, dan palangkaraya. Ditargetkan, tahun 2016 jumlah PIE menjadi enam buah.

Selain itu, pemerintah juga mendorong terbentuknya geraka anti narkoba pada elemen masyarakat. Yakni, Penyuluh Sosial Anti Narkoba, Tagana Anti Narkoba, Laskar Anti Narkoba Muslimat NU, dan Tim Pencegahan Penyalahgunaan Napza Berbasis Masyarakat (TPPNBM) di 23 Kabupaten/Propinsi.

 

Rehabilitasi Sosial

Sementara itu, terkait rehabilitasi sosial, Kementerian Sosial telah menyiapkan sebanyak 160 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang menjadi tempat rujukan bagi para korban penyalahgunaan napza.

Tugas IPWL adalah memberikan pelayanan rehabilitas sosial dan fasilitas bimbingan lanjut untuk korban yang telah dinyatakan pulih. IPWL dijalankan oleh tenaga profesional yang telah didiklat oleh Kementerian Sosial. Seperti, Pekerja Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial dan Konselor Adiksi yang telah dibekali standar kompetensi internasional dari Colombo Plan, lewat sertifikasiInternational Certified Adiiction Counselor (ICAC).

Langkah Kementerian Sosial dalam upaya penanggulangan Napza tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan Kementerian Sosial sebagai instansi pemerintah berkewajiban menyelenggarakan rehabilitasi sosial. Adapun Kementerian Kesehatan melaksanakan rehabilitasi medis. Sementara Badan Narkotika Nasional (BNN) bertugas dalam Pemberantasan Penggunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

“Tahun 2016, Kementerian Sosial menargetkan 15 ribu pecandu napza bisa direhabilitasi melalui IPWL,” imbuhnya.

Dalam merehabilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan Napza, IPWL menggunakan metode 12 langkah, Therapeutic Community, Narcotic Anonymous, Keagamaan dan Tradisional serta family support group. Yakni, melibatkan keluarga untuk mendukung penuh proses rehabilitasi tersebut.

Mensos berharap, upaya pemerintah dalam melawan bahaya napza mendapat dukungan penuh dari seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga, angka korban penyalahgunaan napza dapat ditekan. (Biro Humas Kemensos dan Tim Komunikasi Pemerintah-Kominfo)