Tofik mengatakan, pelajar jangan sampai asal mengeluarkan statement atau pun membuat status di media sosial tanpa menggunakan data. Menurutnya, banyak sekali orang yang asal membagikan status tanpa data yang valid dan justru akan merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
“Mari kalau mau berbagi di media sosial menggunakan data yang valid. Agar informasi yang kita bagi tidak dianggap hoax,” kata Tofik.
Tofik menambahkan, agama Islam sangat mengutuk hoax. Dia menggambarkan hoax seperti fitnah yang lebih kejam dari pembunuhan. Dia menganggap orang yang memelihara hoax sama dengan memelihara pembunuh.
“Agama kita sangat mengutuk fitnah. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Maka dari itu, hoax yang lebih condong kepada fitnah harus kita hindari,” imbuhnya.
Pemateri dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Purbalingga, Sapto Suhardiyo berujar, kaum milenial atau pelajar harus menjadi agen anti hoax. Para pelajar harus bisa menimbang-nimbang berita mana yang benar dan mana berita yang hoax.
“Kalian harus bisa mengkros cek antara sumber berita satu dengan yang lain. Kalian juga harus menjadi agen anti hoax agar manusia Indonesia menjadi manusia yang cerdas dalam menanggapi berita,” pungkas lelaki yang juga menjadi Kasi Komunikasi Publik Dinkominfo Purbalingga tersebut. (KP-4).