PURBALINGGA – Wayang monolog kontemporer dengan Ki Dalang Tejo Asmoro akan memeriahkan agenda Apresiasi dan Revitalisasi Kesenian serta Festival Kuliner di Gedung Mahesa Jenar, Sabtu (3/12) siang ini. Agenda yang digelar Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) ini sekaligus untuk memeriahkan Hari Jadi Purbalingga ke-186.

            Wayang monolog itu akan tampil pada sesi siang hari Pukul 13.00 WIB. Ki Dalang Tejo Asmoro mulai menggagas wayang monolog kontemporer awal tahun 2016 ini. Gagasan itu muncul dari rasa keprihatinan karena menurunnya minat masyarakat pada kesenian wayang. “Dengan inovasi pementasan wayang kulit ini diharapkan akan meningkatkan minat masyarakat khususnya kawula muda untuk mencintai dan melestarikan wayang kulit,” kata Tejo Asmoro disela-sela latihan, Jum’at (2/12).

Menurut dalang yang memiliki nama asli Sutejo ini, wayang monolog dengan lakon ‘Kunthi My Love’ yang akan tampil selama dua jam mengisahkan di sebuah negara bernama Mandura dengan rajanya Prabu Kunthiboja yang memiliki dua anak yakni Raden Basudewa dan Dewi Kunthi. Pada suatu hari sang raja memerintahkan Raden Basudewa untuk mengantar Dewi Kunthi berguru pada Resi Druwasa di pertapan Argo Wilis. Di situ Dewi Kunthi berguru berbagai ilmu yang pada akhirnya Dewi Kunthi diberi mantra sakti yang dinamakan mantra Adityaredaya. Mantra itu apabila dibacakan bisa mendatangkan orang yang sedang diinginkan.

Setelah pulang dari berguru, lanjut Sutejo, suatu saat Dewi Kunthi iseng merapalkan mantra Adityaredaya tersebut dan dalam sekejab datanglah Dewa Surya. Sang Dewa Surya rupanya kagum pada kecantikan Dewi Kunthi, begitu pula sebaliknya Dewi Kunti menganggumi Dewa Surya. “Sudah menjadi kodrat mereka, ketika sudah saling mengasihi dan menganggumi akhirnya Dewi Kunthi hamil. Dewi Kunthi akhirnya bingung dan ingin menyembunyikan kehamilannya. Dewi Kunthi mengurung di kamarnya,” ujar Sutejo.

Basudewa merasa curiga mengapa Kunthi terus menerus mengurung diri di dalam kamar. Basudewa kemudian nekad masuk ke kamar Kunthi, dan kaget karena menjumpai putri keduanya itu hamil. Ketika saat menjelang bayi lahir, Basudewa dengan kesaktiannya mengalihkan kelahiran bayi Dewi Kunthi melalui telinga. Hal tersebut untuk menjaga Dewi Kunthi karena kehamilan Dewi Kunthi bukan dari hubungan selayaknya. Bayi dari Dewi Kunthi itu dinamakan Raden Karna yang artinya telinga.

“Untuk menjaga nama baik keluarga Mandura, bayi tersebut dilarung di Sungai Gangga. Cerita selengkapnya, saksikan saja wayang monolog yang unik ini,” kata Sutejo yang juga PNS pada Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga.

Tampil di Bokol

            Selain pentas di Gedung Mahesa Jenar, Sutejo yang mulai belajar mendalang sejak usia 9 tahun ini juga akan tampil pada Minggu (4/12) di kompleks bakal wisata Sanggar Darimu Desa Bokol, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga. Wayang monolog yang akan dibawakan berjudul ‘Surya Putra Galau’. Selain pentas wayang monolog, juga akan disuguhkan atraksi Chune sang ‘Presiden Pelukis Purbalingga. Chune akan melukis dengan bahan yang tak lazim untuk melukis yakni tanah, hingga temanya yang diambil ‘Dari Tanah Kembali ke Tanah’. Selain itu juga tampil Dwi Nugroho dengan musik bergenre reage, serta  penampilan Mona Julia ‘Julia Dance’ yang mensinergikan tari tradisional dengan wayang dan lukis. (y)