PURBALINGGA – Koleksi museum Usman Janatin di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, masih perlu pembenahan. Koleksi yang ada juga perlu ditambah agar lebih lengkap. “Agar lebih menarik, koleksinya perlu ditambah, dan untuk meramaikan pengunjung perlu promosi yang gencar,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Purbalingga, Aris Widianto, disela-sela melihat museum tersebut, Jum’at (10/4).
Menurut Aris, lokasi museum memang kurang strategis karena berada di gang masuk. Jika museum berada di tepi jalan, meski jalan desa sekalipun, pengunjung akan dibuat nyaman. “Pengunjung memang harus masuk sekitar 50 meter ke sebuah gang, dan sayangnya tidak ada papan arah penunjuk karena berada di pemukiman penduduk,” kata Aris.
Aris menyarankan, Pemkab perlu mendorong terus keberadaan museum Usman Janatin agar lebih menarik. Koleksinya masih belum lengkap. “Usman Janatin adalah tokoh TNI Angkatan Laut (dulu KKO), tapi di dalam museum tersebut identitas TNI Angkatan Udara malah lebih terlihat. Mungkin karena gedung museum tersebut didukung oleh TNI AU Lanud Wirasaba,” ujarnya.
Salah seorang pengunjung, Purwoko mengungkapkan, agar lebih menarik, museum tersebut dilengkapi dengan koleksi. Jangan terkesan seperti gedung penyimpanan identitas TNI AL seperti tanda pangkat, peralatan perlengkapan personil TNI AL dan foto-foto. “Perlu ada foto-foto yang dipampang besar saat Usman Janatin menjadi pasukan dan menyerang Singapura ketika itu. Jika memungkinkan, juga perlu ada ruangan khusus untuk menonton film,” kata Purwoko.
“Museum ini dapat dikembangkan sebagai wisata pendidikan. Dimana didalamnya terdapat fakta sejarah perjuangan peninggalan Usman Janatin yang harus diketahui oleh generasi muda Purbalingga,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Seksi Sejarah Museum dan Kepurbakalaan pada Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Rien Anggraeni mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan bantuan fasilitasi museum Usman Janatin kepada pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Menurutnya, Bappeda provinsi telah berkomitmen pada tahun anggaran 2016 akan melengkapi fasilitas buku-buku sejarah dan lainnya.
“Nanti kami juga akan membuat surat kepada sekolah agar dapat memanfaatkan museum Usman Janatin sebagai lokasi wisata pendidikan yang harus dikunjungi para siswa,” jelasnya.
Saat ini, didalam museum itu baru dipajang foto dan berbagai peninggalan Usman Janatin termasuk berbagai penghargaan, surat-surat, baju-baju seragam dan radio transistor miliknya. Selain itu juga terdapat berbagai atribut kepangkatan TNI dan buku-buku tentang TNI.
Usman Janatin bin H Moch Ali, lahir 1943 di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan/Kabupaten Purbalingga pada 18 Maret. Anak kesepuluh dari 11 bersaudara pasangan H Moch Ali Hasan dan Rukiyah itu bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI-kini TNI AL) setelah melalui pendidikan militer yang digelar Korps Komando Operasi Angkatan Laut di Malang pada 1962.
Usai menjalani pendidikan militer, Usman lalu ditugaskan kesatuannya melakukan penyusupan Singapura dalam mengemban tugas Dwikora. Saat itu, pemerintah Presiden RI Soekarno tengah melancarkan perang dengan negara jiran Malaysia.
Dalam berbagai literatur disebutkan, pada 1964 Presiden Soekarno mengumumkan perang terhadap Malaysia dan dikenal dengan sebutan “Ganyang Malaysia’. Soekarno geram terhadap rencana Federasi Malayasia atau Persekutuan Tanah Melayu menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak kedalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord.
Pada 8 Maret 1965, Usman dan dua rekannya sesama anggota KKO disusupkan ke Singapura melalui jalur laut. Bersama dua rekannya, termasuk Harun, Usman berhasil meledakkan obyek vital di Singapura untuk membuat kepanikan warganya. Upayanya kembali ke Indonesia gagal karena Usman dan Harun tertangkap oleh patroli laut setelah motorboat yang dikemudikannya kehabiasan bahan bakar.
Dua anggota KKO itu sempat dikurung di penjara Changi selama 3,5 tahun. Pengadilan Singapura menjatuhkan hukuman mati kepada kedua prajurit itu. Upaya pemerintah Presiden Soeharto meminta ampunan bagi kedua tentaranya tidak membuahkan hasil. Usman dan Harun menemui ajalnya di tiang gantungan di penjara itu pada 17 Okteber 1968.
Gugur dalam tugas negara, pemerintahan Soeharto menganugerahi gelar pahlawan bagi Usman Janatin dan Harun. Keduanya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Pada Desember 2014 lalu, TNI AL juga mengabadikan nama Usman Harun untuk sebuah Kapal Perang Republik Indonesia dengan nama KRI Usman Harun -359. (y)