PURBALINGGA – Produk pariwisata dari desa-desa wisata hampir memiliki kesamaan dengan menjual keunikan kearifan lokal. Keunikan itu berupa potensi alam, seni budaya, kuliner, keramahtamahan warga dan suasana kehidupan warga masyarakat pedesaan. Yang membedakan adalah dalam hal kemasan produk wisata yang dihasilkan. Jika kemasan paket produk wisata yang ditawarkan menarik, unik dan spesifik maka akan banyak wisatawan yang berkunjung.
“Produk wisata dari desa wisata di Karangsalam Kecamatan Baturraden Banyumas tidak berbeda jauh dengan beberapa desa wisata di Purbalingga. Sama-sama menjual potensi alam curug, kuliner dan tontonan seni budaya. Namun, ternyata antara Purbalingga dan Banyumas memiliki daya pikat yang berbeda. Semua itu tergantung dari cara mengemas paket wisata, harga jual paket dan segmen pemasaran yang berbeda,” kata Sisworo, pegiat wisata dari Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Senin (14/3).
Sisworo yang juga ketua Pokdarwis Tirta Kamulyan menyampaikan hal tersebut pada pelatihan manajemen pengelolaan desa wisata bagi para pelaku desa wisata dan pokdarwis Purbalingga di ruang aula Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga. Selain Sisworo, materi pelatihan juga diberikan oleh Sri Rahayu Setyorini, SE, MM.Par, dosen Akademi Pariwisata Eka Sakti Purwokerto.
Sisworo mengungkapkan, wisatawan akan datang ke sebuah desa wisata jika di desa wisata itu memiliki akses yang mudah dijangkau, memiliki atraksi yang dijual, kemudian wisatawan diajak melakukan aktifitas tertentu, dukungan amenity, serta fasilitas akomodasi seperti homestay. Atraksi di desa wisata harus memiliki keunikan, begitu juga dalam hal penyajian kuliner misalnya. Jika berbeda dengan tempat asal wisatawan atau tidak dijumpai di desa wisata lain maka wisatawan akan rindu untuk datang kembali. Sisworo mencontohkan, kemasan makan yang disajikan dengan dibungkus daun Nyangku (Pohon di hutan) ternyata lebih menarik.
“Sebuah desa wisata bisa dikatakan sukses dapat terlihat dari tingkat kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan di desa, banyaknya uang yang dibelanjakan, dan kedatangan ulang wisatawan di desa tersebut,” kata Sisworo.
Sementara itu Kepala Dinbudparpora Purbalingga Drs Subeno, SE, M.Si mengatakan, pengembangan desa wisata selain ditentukan oleh potensi sumberdaya yang ada di desa tersebut, juga tidak terlepas dari peran sumberdaya manusia. Pokdarwis (Kelompok Sadar wisata) sebagai lembaga pengelola desa wisata memiliki peran yang utama dalam mengelola dan memenej sebuah desa wisata.
“Potensi desa yang bagus jika tidak dikelola secara profesional maka bisa terjadi konflik. Konflik itu sebagian besar bersumber karena tidak transparannya pengelolaan keuangan. Kami berharap, dengan pengelolaan yang akuntabel dan masyarakat yang tetap guyub rukun, satu visi dan misi dalam mengelola desa wisata, maka niscaya akan maju bersama,” tegas Subeno.
Subeno menegaskan, pengembangan desa-desa wisata di Purbalingga pada hakekatnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemkab tidak akan mengambil keuntungan sepeserpun atas pendapatan masyarakat desa wisata. “Ukuran keberhasilan pembangunan pariwisata, bukan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan desa wisata semua untuk masyarakat. Siklus perputaran uang di desa secara langsung akan menggerakan perekonomian masyarakat di desa, sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat desa bisa meningkat,” kata Subeno.
Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Purbalingga Ir Cipto Utomo, M.Si dalam kesempatan itu juga menegaskan, Pemkab melalui Bappeda terus mengawal pembangunan sektor pariwisata khususnya pemberdayaan masyarakat wisata melalui desa-desa wisata. Pemkab memberikan kepedulian dengan menyalurkan bantuan keuangan khusus, penempatan fasilitator desa wisata dan dukungan infrastruktur ke desa-desa wisata. “Pengembangan desa wisata merupakan salah satu upaya mengurangi angka kemiskinan di Purbalingga yang saat ini mencapai 20,53 persen dari jumlah penduduk Purbalingga,” kata Cipto Utomo.
Sementara itu panitia penyelenggara Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, pelatihan manajemen desa wisata diikuti oleh 60 orang dari desa-desa wisata termasuk desa wisata rintisan. Beberapa desa wisata rintisan yang mengikuti seperti Desa Karangreja Kecamatan Karangreja, Desa Karangcegak Kecamatan Kutasari, Desa Kaliori Kecamatan Karanganyar, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Desa Onje (Mrebet), Desa Kedungbenda (Kemangkon). Sedang dari desa-desa wisata lainnya yang sudah mapan antara lain dari Desa Limbasari (Kec Bobotsari), Siwarak (Karangreja), Panusupan (Rembang), Tanalum (Rembang) dan Desa Karangbanjar (Bojongsari).
Pelatihan ini, lanjut Prayitno, merupakan bagian awal dari sejumlah pelatihan yang akan diselenggarakan kemudian. Pelatihan yang akan dilakukan lagi yakni kepemanduan wisata, pelatihan membuat souvenir wisata, pelatihan homestay, promosi melalui internet, pemberian motivasi dan melakukan studi banding ke desa wisata lain. “Semua pelatihan ini kami gelar untuk meningkatkan kapasitas pelaku wisata khususnya di desa-desa wisata yang belakangan menjadi alternatif wisata minat khusus oleh para wisatawan,” kata Prayitno. (y)