PURBALINGGA – Kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Ardi Mandala Giri Desa Panusupan, Kecamatan Rembang, menggelar Training of Trainer (ToT) kader muda Pokdarwis. Kegiatan yang diselenggarakan, Senin – Selasa (25 – 26/1) digelar di balai desa setempat dan diikuti 70 orang.
Ketua Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Yanto Supardi mengatakan, sasaran pelatihan kalangan pemuda pengelola desa wisata dan masyarakat umum yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan wisata. “Pelatihan ini dimaksudkan agar pelaku wisata dan masyarakat umum memahami tentang pengembangan desa Panusupan sebagai desa wisata dan selanjutnya diharapkan akan menjadi tuan rumah yang baik terhadap wisatawan,” kata Yanto Supardi, disela-sela kegiatan.
Yanto Supardi mengungkapkan, semenjak terbentuk Pokdarwis Ardi Mandala Giri dan mengelola paket kunjungan wisata ke Panusupan, sejumlah pemuda yang sebelumnya tidak tertarik mengembangkan potensi wisata, mulai ikut ambil bagian. Bahkan, beberapa pemuda dari sejumlah dukuh di Panusupan, membuka potensi wisata baru seperti Sunrise Igir Wringin, pendakian bukit Sendaren, dan pendakian Gunung Batur. “Daya tarik wisata ini ternyata mampu menyedot kunjungan wisatawan yang lumayan banyak,” kata Yanto.
Dengan latar belakang semakin banyaknya wisatawan berkunjung ke Panusupan, lanjut Yanto, Pokdarwis harus turun tangan ambil bagian untuk memberikan pemahaman kepada para pemuda yang baru bergabug untuk mengelola wisata. Masyarakat umum juga perlu dibekali agar ikut terlibat dalam pelayanan wisatawan, misalnya masyarakat yang membuka usaha warung, pembuatan souvenir, mengelola MCK dan lainnya. “Kami ingin masyarakat Panusupan bersatu membangun wisata dan memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan,” katanya.
Yanto menambahkan, materi pelatihan diisi oleh para praktisi pelaku wisata dan juga dari Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga.
Kepala Bidang Pariwisata pada Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi dan menyambut baik kegiatan yang digelar oleh Pokdarwis dalam upaya meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku wisata. “Kegiatan ini dibiayai sendiri oleh masyarakat dan peserta, jadi dapat diartikan bahwa masyarakatlah yang merasa membutuhkan dan perlu untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang pariwisata. Kesadaran seperti ini tentunya perlu juga dilakukan oleh Pokdarwis lain di Purbalingga. Tidak harus menunggu kegiatan pelatihan yang digelar dinas, tapi berupaya secara swadaya,” kata Prayitno.
Prayitno menambahkan, belakangan ini mulai bermunculan dari masyarakat untuk mengembangkan desanya sebagai desa wisata. Kemunculan ini perlu disambut baik, namun juga perlu diarahkan agar setiap desa memiliki kekhasan sendiri yang spesifik sehingga antar desa wisata tidak saling bersaing. Prayitno mencontohkan, desa yang belakangan bermunculan untuk menjual potensi desanya sebagai wisata seperti Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Desa Kaliori, Kecamatan Karanganyar, dan Desa Karangreja, Kecamatan Karangreja.
“Di Desa Bantarbarang misalnya, masyarakat setempat mulai menjual daya tarik wisata jembatan pelangi, river tubing, dan pohon unik. Di desa ini sebetulnya ada potensi kerajinan wayang suket yang memiliki nilai jual sebagai paket wisata, khususnya untuk wisatawan mancanegara,” kata Prayitno.
Di desa lain, lanjut Prayitno, Desa Kaliori Kecamatan Karanganyar mengangkat wisata Kedung Cucruk sebagai ikon tanah Lot-nya Purbalingga. Ada satu tempat yang mirip tanah Lot Bali, dan juga menjual prasmanan pinggir kali dengan konsep ‘Jimbrani’, atau Jimbaran Mini. “Kemunculan potensi desa-desa sebagai daya tarik wisata, tentunya menjadi hal yang menarik, namun disisi lain juga harus tetap dijaga keunikannya masing-masing agar tidak saling tumpah tindih, tidak saling bersaing dan tidak membuat wisatawan jenuh,” kata Prayitno. (y)