DSC_1359

PURBALINGGA –  Prosesi pengambilan air dari mata air Tuk Si Kopyah mengawali rangkaian kegiatan Festival Gunung Slamet (FGS) 2015 yang digelar di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kamis (4/6). Festival yang baru pertama kali digelar ini akan berlangsung hingga Sabtu (6/6) besok.

            Sebelum prosesi pengambilan air dimulai, sekitar 40 warga yang mengenakan pakaian adat Banyumasan tampak berkumpul di halaman masjid Dusun Kaliurip, Desa Serang.  Kaum wanita mengenakan kain warna hijau sedangkan kaum pria pakaiannya serba hitam dan memakai ikat kepala.  Beberapa wanita tampak membawa sesaji sedangkan kaum pria membawa  ‘lodong’ bamboo dan ‘Kokok’ bambu.  Lodong merupakan gelondongan bambu sepanjang  dua meter dengan ujung dibuat agak runcing dan digunakan sebagai tempat air. Sedang Kokok juga mirip lodong hanya berukuran lebih kecil.

            Dengan iringan selawat berlanggam Jawa dan musik rebana, kaum wanita dan pria tersebut menuju mata air Sikopyah.

            Salah seorang yang menjadi pimpinan rombongan tampak meminta izin kepada sesepuh masyarakat agar mereka bisa mengambil air dari Tuk Si Kopyah demi kesejahteraan petani.

            Setelah mendapatkan izin, mereka selanjutnya berjalan menuju Tuk Si Kopyah yang berjarak sekitar dua kilometer dengan menyusuri lereng Gunung Slamet.

            Sesampainya di Tuk Si Kopyah, sesepuh masyarakat memimpin doa yang dilanjutkan dengan pengambilan air untuk dimasukkan ke dalam lodong dan kokok.

            Usai pengambilan air, sesepuh masyarakat kembali membacakan doa sebelum rombongan berjalan menuju Balai Desa Serang untuk menyemayamkan lodong dan kokok berisi air yang nantinya akan dibagikan pada hari terakhir FGS 2015, Sabtu (6/6).

            Ketua Panitia FGS, Tri Daya Kartika mengaku terharu dengan terselenggaranya Festival Gunung Slamet ini. Dia berharap kegiatan ini mampu mendukung pariwisata di segitiga desa wisata yakni desa Serang, Kutabawa dan Siwarak. “Adanya kegiatan seperti ini kita harapkan mampu meningkatkan kunjungan wisata di tiga desa tersebut,” katanya.

            Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora) Kabupaten Purbalingga Subeno mengatakan, FGS mengangkat potensi keunikan local adat istiadat warga masyarakat Desa Serang. “Potensi ini setelah dikemas dengan baik ternyata patut untuk dijual kepada wisatawan. Kami akan berusaha lebih baik lagi di tahun mendatang agar wisatawan lebih banyak lagi yang datang,” ujarnya.

            Kepala Desa Serang Sugito berharap FGS dapat disatukan dengan tradisi yang sudah lama ada di desanya yakni tradisi bersih bumi atau ruwat bumi saat peringatan 1 Suro. Pasalnya, banyak prosesi yang digelar dalam FGS yang diadopsi dari kegiatan tahunan suran.

            Menurutnya, kegiatan ruwat bumi yang biasa dilaksanakan cukup menarik sehingga akhirnya diadopsi dalam FGS. Termasuk prosesi pengambilan air tuk Sikopyah. Namun hanya dikemas sederhana dan di FGS ini dikemas lebih besar dan lebih menarik.

            “Rencana kami, akan kita fokuskan semuanya dalam kegiatan Sura. Daripada setahun ada dua kali event, dan swadaya masyarakat juga cukup besar maka sebaiknya kita gabung jadi satu,” jelasnya.

            Ketua Panitia FGS, Tri Daya Kartika mengaku terharu dengan terselenggaranya Festival Gunung Slamet ini. Dia berharap kegiatan ini mampu mendukung pariwisata di segitiga desa wisata yakni desa Serang, Kutabawa dan Siwarak. “Adanya kegiatan seperti ini kita harapkan mampu meningkatkan kunjungan wisata di tiga desa tersebut,” katanya. (y)