PURBALINGGA –Agar potensi wisata di desa laku jual, diperlukan upaya menyusun paket kunjungan wisata yang sesuai dengan selera wisatawan. Membangun sebuah desa wisata perlu proses dan tidak instan.
“Untuk menjual sebuah desa wisata, diperlukan orang-orang yang berpengalaman mengelola wisatawan dan sudah paham betul selera wisatawan,” kata Kepala Bappeda Purbalingga Ir Setiyadi, M.Si saat memberikan pembekalan kepada tenaga fasilitator pendamping desa wisata, di Bappeda, Senin (9/2).
Dikatakan Setiyadi, potensi alam dan adat istiadat serta fasilitas pendukung di Purbalingga lebih bagus dibanding dengan sejumlah desa wisata wilayah lain. Namun, potensi sumberdaya manusianya yang masih harus digarap maksimal. Kultur masyarakat desa khususnya di desa wisata belum semuanya siap menerima tamu kunjungan wisata. Berbeda dengan masyarakat di desa wisata lain seperti di Sleman Yogyakarta, mereka sudah sadar dan paham akan keberadaan tamu wisatawan yang datang ke desanya. “Kami akui, untuk menjual sebuah desa wisata, selain dukungan potensi alam dan adat istiadat, juga perlu kemampuan SDM serta sikap dan kultur warga desa yang ramah dan membuat tamu nyaman,” kata Setiyadi.
Setiyadi menambahkan, persepsi masyarakat yang ingin desanya laku jual dengan hanya membangun sarana fisik, sudah saatnya ditinggalkan. Pengalaman membuktikan, di beberapa desa wisata di Yogyakarta, justru dengan kondisi desa yang tradisional malah diminati wisatawan baik dari mancanegara maupun dari wilayah kota besar. “Dukungan infrastruktur boleh saja, tapi justru bukan hal utama. Ketradisionalan suasana desa yang perlu dipertahankan dan menjadi nilai jual sendiri. Misal di desa itu ada seni tradisi rakyat, akan lebih baik direvitalisasi kembali dan mampu menjadi daya tarik atraksi wisata,” kata Setiyadi.
Setiyadi juga mencontohkan, di desa wisata Panusupan Kecamatan Rembang, misalnya, bisa juga didukung oleh pemerintah berupa sarana rumah joglo, playing ground, toilet umum dan IPAL komunal. “Pemkab secara bertahap akan mendukung kemajuan sebuah desa wisata, asalkan masyarakat setempat mau diajak maju,” katanya.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Drs Subeno, SE, M.Si menyerahkan surat keputusan bagi empat orang tenaga fasilitator. Fasilitator ini dipilih melalui seleksi oleh Paguyuban Wisata Purbalingga (Wisbangga). Mereka rata-rata sudah memiliki pengalaman untuk membawa tamu wisatawan, memandu dan sekaligus mengundang wisatawan untuk berwisata ke Purbalingga. Fasilitator tersebut akan bekerja selama 10 bulan dan diterjunkan di empat desa masing-masing Desa Serang Kecamatan Karangreja, Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari, Desa Panusupan dan Desa Tanalum, keduanya di Kecamatan Rembang.
Subeno berpesan, tugas fasilitator selain memberikan fasilitasi bagi masyarakat dan pelaku wisata di desa, juga melakukan kajian pengembangan desa wisata tersebut di masa mendatang. “Untuk membangun sebuah desa wisata yang laku jual, dibutuhkan dukungan semua pihak, termasuk dari masyarakat, pelaku wisata dan tentunya dari Pemkab. Kami mengajak para fasilitator untuk bekerjasama dengan semua pihak, termasuk masyarakat desa setempat demi kemajuan pariwisata di Purbalingga,” kata Subeno.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Pariwisata Dinbudparpora Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si mengatakan, fasilitator diterjunkan mulai bulan Pebruari ini hingga bulan Nopember 2015. Tugas fasilitator akan terukur setiap bulannya dengan program kerja dan jadwal yang telah disiapkan. Mereka harus memulai dengan melakukan maping dan pemetaan potensi wisata, memberikan kesadaran Sapta pesona kepada masyarakat desa dan pelaku wisatanya. Untuk pemetaan ini tentunya berdasar potensi dan jenis wisata yang akan dijual, kepada siapa akan dijual dan fasilitas pendukung apa saja yang akan disiapkan untuk diberikan kepada calon wisatawan.
Tugas fasilitator, lanjut Prayitno, juga melakukan pelayanan dan penyiapan pemandu wisata dari masyarakat desa. Bagaimana cara masyarakat desa melayani tamu wisatawan, bagaimana membuat tamu betah tinggal di desa, dan bagaimana membantu tamu yang baik sehingga mereka akan datang kembali bersama kerabatnya. Fasilitator juga ditarget untuk membuat paket wisata. Melatih masyarakat desa bagaimana membuat paket wisata, cara menghitung harga pokok produksi dan untung rugi sebuah paket wisata yang dijual. “Masyarakat juga diajak untuk membuat proposal yang menarik untuk calon konsumen wisatawan, bagaimana cara membuat leaflet, brosur dan selebaran yang menarik buat wisatawan. Dalam tahap ini, nantinya Dinbudparpora juga akan memfasilitasi pelatihan teknologi informasi agar paket wisata itu terjual secara online dan ofline,” kata Prayitno.
Hal yang utama dan menjdi tujuan akhir, masih kata Prayitno, adalah marketing desa wisata. Masyarakat desa dilatih dan harus bisa menjadi marketing yang handal, masyarakat desa harus tahu dan paham betul paket wisata yang dijual. Untuk ini nantinya, pelatihan marketing akan difokuskan setelah penyiapan paket wisata terbentuk. Dinbudparpora juga akan memfasilitasi desa wisata untuk melakukan marketing melalui promosi dan pameran, serta menggelar farmtrip atau travelmart dengan mengundang biro perjalanan wisata sebagai upaya promosi serta memperkenalkan seni budaya yang ada. “Ditargetkan, tahun 2016, desa wisata tersbeut sudah siap dan layak jual untuk menerima kunjungan wisatawan,” tambah Prayitno. (y)