PURBALINGGA  – Bertempat di Ruang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Purbalingga Kamis (22/9), lima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) diserahkan kepada pemerintah kabupaten oleh pimpinan DPRD. Kelima Raperda  yang merupakan usulan dari beberapa komisi DPRD Kabupaten Purbalingga diserahkan Wakil Ketua (Waket) DPRD Kabupaten Purbalingga Mukhlis kepada Bupati Purbalingga Tasdi disaksikan Wakil Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi beserta pimpinan Organisasi Pimpinan Daerah (OPD) Se-Kabupaten Purbalingga.

Kelima raperda tersebut adalah raperda tentang bantuan hukum untuk masyarakat miskin, raperda tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Usulan selanjutnya adalah raperda tentang penyelenggaraan perlindungan korban kekerasan berbasis gender dan anak serta raperda  tentang pengelolaan kulaitas air dan pengendalian dan pencemaran air serta raperda tentang penanggulangan penyakit masyarakat.

“Untuk selanjutnya pada hari ini akan kami serahkan kepada pemerintah daerah untuk dilakukan pembahasan bersama sesuai dengan tahapan yang sudah diatur dalam perundang-undangan,”jelas Waket DPRD Muklis.

Dasar sosiologis dari raperda pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin adalah selama ini yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purbalingga belum banyak menyentuh orang atau kelompok miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuannya mereka dalam mewujudkan hak-hak konstitusi.

“Sehingga dengan dibentuknya raperda bantuan hokum untuk orang miskin ini, diharapkan menjadi dasar bagi pemda untuk melaksanakan hak konstitusional masyarakat Purbalingga di bidang hokum khususnya bagi orang atau kelompok  orang miskin. Selain itu juga untuk pengaturan mengenai pemberian bantuan hokum tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin di wilayah Kabupaten Purbalingga untuk mendapatkan bantuan hokum,”jelas Edi Zasmanto mewakili Komisi I.

Untuk raperda perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dasar sosiologisnya adalah alih fungsi lahan pertanian merupakan ancaman terhadap pencapaian ketahan dan keamanan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang kehidupannya sebagian besar bergantung pada sector pertanian. Sedangkan alih fungsi lahan pertanian subur selam ini kurang diimbangi oleh upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pemanfaatan lahan marginal.

“Disisi lain alih fungsi lahan pertanian pangan menyebabkan berkurangnya penguasaan lahan sehingga berdampak pada menurunnya pendapatan petani,”jelas perwakilan Komisi II Agil Kusumasari.

Sedangkan landasan sosiologis raperda penyelenggaraan perlindungan korban kekerasan berbasis gender dan anak adalah meningkatnya kekerasan berbasis gender maupun anak, baik jumlah ataupun modus operandinya, baik dilngkungan domestic (rumah tangga) ataupun lingkungan public. Penyebab terjadinya kekerasan tersebut juga sangat komplek serta berkaitan dengan dengan perangkat hokum yang belum mampu memberikan perlindungan terhadap korban. Untuk itu, korban harus mendapatkan perlindungan hukum, baik dari pemerintah daerah maupun instansi terkait dan atau oleh masyarakat.

Dan raperda tentang pengelolaan kulaitas air dan pengendalian dan pencemaran air landasan sosiologisnya adalah bahwa, untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan. Maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian.

 Sedangkan  landasan sosiologis raperda tentang penanggulangan penyakit masyarakat adalah karena Purbalingga memiliki potensi alam yang menjanjikan. Terutama keindahan alam dan kesuburan tanahnya. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat yang menggantungkan pada kegiatan industry dan pariwisata. Nilai-nilai baru yang berkembang akibat dari ha tersebut banyak mempengaruhi perubahan dan cara pandang masyarakat. Pariwisata juga mempengaruhi system masyarakat, terutama implikasi nilai moral terhadap kebutuhan pariiwisata yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Purbalingga. Perubahan tersebut perlu diantisipasi untuk menghindari penyakit masyarakat yang berlebihan. Konflik horizontal yang mungkin timbul juga perlu diantisipasi, terutama nilai-nilai local yang agamis berbudaya dengan nilai-nilai wisata yang terkadang tidak sesuai dengan budaya local, jelas Suharto Ketua Balegda. (Sukiman)