PURBALINGGA – Obyek wisata Goa Lawa yang tersusun dari batuan lava sangat unik dan menarik jika fokus dikembangkan sebagai wisata geologis (geowisata). Dari struktur batuan pembentuknya, Goa Lawa yang berada di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, tidak ada tandingannya. Di Indonesia, gua lava (Lava Tube) hanya ada di Purbalingga dan Bali.
Hal tersebut terungkap dalam pembahasan ‘Identifikasi Potensi dan Kondisi Goa Lawa’, di aula Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Kamis (9/7). Pembahasan tersebut menghadirkan konsultan CV Tunas dari Semarang. Tim konsultan tersebut diantaranya terdiri dari ahli goa (speleologi), ahli geologi, ahli pariwisata, ahli pariwisata dan sosial ekonomi. Pembahasan dipimpin Kepala Dinbudparpora Drs Subeno, SE, M.Si. Ikut hadir dalam pembahasan tersebut, Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan Drs Suparso, Kabid Pariwisata Ir Prayitno, M.Si dan para anggota Tim teknis dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait.
Menurut tim leader konsultan Agus Rochani, berdasarkan survei keguaan dengan metode Lead Frog Method dan pengukuran Chamber menggunakan metode poligon terbuka, luas ruangan Goa Lawa 6.683 meter persegi dengan panjang dari ujung ke ujung 1.200 meter. Semua bagian gua terbentuk dari lava gunung yang membeku. Lorong lava terbentuk pada aliran lava basal yang relatif encer dengan viskositas rendah, dan pada bagian permukaannya telah mengerak dan membeku. Sementara pada bagian dalamnya masih cair dan panas dengan suhu lebih dari 1.100 derajat celcius, dan tetap mengalir sehingga pada akhirnya menyisakan ruang berbentuk ruang atau tabung (tube).
“Goa bentukan dari lava yang membeku itu hanya ada dua, yakni di Bali dan di Goa Lawa Purbalingga. Oleh karenanya, kami mengusulkan Goa Lawa dijadikan Geowisata yang unik dan menarik,” kata Agus.
Dikatakan Agus Rochani, Geowisata merupakan kegiatan wisata berkelanjutan dengan fokus utama pada kenampakan ekologis permukaan bumi. Geowisata dapat dijadikan jembatan dalam rangka sosialisasi ilmu pengetahuan, pendidikan lingkungan dan pelestarian alam. “Kami yakin, wisata Goa Lawa jika diarahkan ke Geowisata akan lebih menjual,” ujarnya.
Agus menambahkan, dari survei ruang di dalam Goa Lawa, masih ada dua ruangan yang masih misteri dan belum dibuka untuk wisatawan. Ruangan itu digunakan untuk koloni kelelawar, dan sebagian masih ditutupi lumpur.
“Satu ruangannya cukup luas, sekitar 50 an meter persegi, sedang satu ruangan lagi berbentuk kecil memanjang. Ujung kedua ruangan ini tidak berhubungan dengan ruangan goa lainnya. Ventilasi ruangan ini memang tidak ada, berbeda dengan ruangan lain yang mendapatkan pasokan ventilasi dari lobang besar, “ kata Agus sembari menyarankan, lobang ventilasi perlu dibuat terbuka atau menggunakan bahan transparan.
Di sisi Utara Goa Lawa, terdapat Goa Lorong Kereta. Dari hasil survei, Goa ini memiliki dua jalur dan keduanya saling bertemu. Panjang jalurnya antara 140 – 170 meter. Koloni kelelawar masih banyak terdapat di dalam ruangan goa ini. Lumpur juga masih terdapat di dalam goa. Lumpur ini diperkirakan berasal dari timbunan tanah dari salah satu ujung goa yang saat ini sudah rapat.
“Mengingat lobang ventilasi udara tidak ada di bagian tengah jalur, kami menyarankan Goa Lorong Kereta lebih cocok untuk wisata minat khusus caving (telusur goa). Wisatawan sebaiknya melakukan penelusuran pada pagi atau sore hari. Kami menyarankan, satu kali rombongan masuk cukup 15 – 20 orang. Hal ini berkaitan dengan ruangan yang sempit dan ketersediaan oksigen di dalam goa,” kata Agus Rochani.
Sementara Kadinbudparpora, Subeno mengatakan, Pemkab Purbalingga berkomitmen mengembangkan Goa Lawa sebagai destinasi wisata berskala nasional. “Pada tahun 2015 ini, Pemkab melalui Dinbudparpora melakukan kajian identifikasi potensi dan kondisi goa, dan dilanjutkan dengan penyusunan Detail Enginering Desaign (DED). Diharapkan, tahun 2016 pembenahan Goa Lawa beserta wahana pendukungnya dapat dilaksanakan,” ujar Subeno. (y)