PURBALINGGA – Ada yang berbeda dijumpai saat liburan Minggu kemarin (24/5) di obyek wisata alam Goa Lawa desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Purbalingga. Wisata alam yang dikelola Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga terlihat lebih semarak. Pasalnya pada hari itu sengaja digelar sejumlah kegiatan dalam rangka gelar sapta pesona pariwisata.
Salah satu acara yang menarik adalah lomba Tandak Lesung yang diikuti 13 kelompok seni dari perwakilan tigabelas kecamatan. Seni tradisi masyarakat yang sering disebut kotekan lesung ini, sejatinya sudah jarang dijumpai di Purbalingga. Hanya saat-saat tertentu saja seni kotekan lesung ditampilkan.
Yang lebih menarik adalah penabuh dan penarinya yang kebanyakan adalah kaum muda dan remaja. Biasanya, kotekan lesung memang dimainkan oleh kaum tua yang masih ingin mengenang memori kegembiraan masa lalu saat menumbuk padi usai panen tiba atau saat malam gerhana bulan.
“Saya melihat ini sebagai sebuah optimisme. Kalau seni tradisional kotekan lesung ini tak bakal punah, karena akan terus ada penerusnya,” ungkap salah seorang pegiat seni tradisional, SBJ Sutomo yang juga menjadi salah satu juri kegiatan itu.
Menurut dia, apa yang sudah ditampilkan oleh ratusan remaja umur kurang dari 30 tahun ini merupakan usaha pelestarian budaya yang sangat menjanjikan. Kebanyakan dari mereka, lanjutnya, adalah anak-anak yang buta dengan seni tandak lesung. Bahkan tak jarang dijumpai, banyak diantara mereka yang dulunya mencibir saat nenek-nenek mereka memainkan kotekan lesung.
“Melihat permainanya, mereka kini sangat menikmati. Jadi pesan saya kepada generasi muda, jangan sekali-kali mengejek seni tradisional yang kita miliki. Karena ketika sudah memainkannya, akan merasakan kenikmatannya,” jelasnya.
Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinbudparpora, Sri Kuncoro mengaku kegiatan yang digelar kali pertama ini sudah sesuai target. Baik dalam segi peserta maupun upaya regenerasi pelaku seni tandak lesung. Dari 18 kecamatan yang ada di Purbalingga, 13 kecamatan diantaranya mengirimkan perwakilannya. Para penabuh dan penarinya memang dibatasi maksimal berusia 30 tahun. Namun ternyata yang ikut malah para remaja usia 15 – 25 tahun.
“Tujuannya memang untuk melestarikan kesenian tandak lesung. Sehingga kita wajibkan diikuti oleh para remaja, bukan para orang tua yang sudah biasa memainkan tandak lesung,” katanya.
Untuk kegiatan lomba tersebut, katanya, pihak Dinbudparpora terlebih dahulu melaksanakan pelatihan tandak lesung. Salah satunya untuk mengingatkan kembali cara-cara memainkan irama tandak lesung. Selain itu, pihaknya juga sudah membuat 8 lesung untuk kegiatan di kecamatan. Kedepan, katanya, seluruh kecamatan akan memilikinya.
“Ini kegiatan pertama kami dan akan kita lanjutkan sebagai kegiatan rutin tahunan festival seni tradisional tandak lesung,” jelasnya.
Dari kegiatan tersebut, grup tandak lesung Cindelaras dari desa Selakambang kecamatan Kaligondang berhasil menyabet juara pertama. Juara dua, grup Yodhaya kecamatan Kutasari, berikutnya Sinar Muda Tandak Lesung dari Mangunegara, Mrebet dan juara empat Lesung Sari dari Tidu, Bukateja. Untuk juara lima dan enam masing-masing diraih Lesung Arum Tlahab Kidul, Karangreja dan Irama Petir dari desaKarangpetir, Kalimanah.
Sebagai penghargaan, semua juara mendapatkan uang pembinaan, piala dan piagam. Panitia juga memberikan bantuan uang transport untuk seluruh peserta. (Hardiyanto)