PURBALINGGA – Anda bosan dengan kunjungan ke daya tarik wisata buatan ? Cobalah, sesekali datang ke Desa Wisata Panusupan, Kecamatan Rembang, Purbalingga. Banyak cara seru untuk menikmati keindahan alam dan seni budaya di desa yang berada di ujung Timu Laut kota Purbalingga.
Seperti halnya yang dilakukan para owner biro wisata dan jurnalis dari berbagai media cetak yang mengunjungi ke desa itu dalam acara Fam Trip & Media Writer yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Sabtu – Minggu (28 – 29/11) kemarin. Mereka yang datang dari berbagai kota di Jateng, DIY, Jabar dan Jakarta, mengaku sangat terkesan setelah menikmati Desa Wisata Panusupan. Mereka sangat menikmati wisata dengan keindahan alam yang masih terasa segar dan penduduknya yang ramah.
“Saya sangat terkesan sekali bisa berwisata ke Desa Panusupan, saya akan tawarkan kepada klien dan kerabat di Jakarta agar bisa menikmati desa wisata Panusupan di Purbalingga,” tutur Jonathan dari Nathan Tour Holiday Jakarta.
Senada dengan Nathan, peserta lain Windiarto dari Surya Prima Tour Yogya juga mengungkapkan hal yang sama. Windiarto mengaku benar-benar bisa menikmati wisata yang alami lengkap dengan suasana penduduk desa yang ramah tamah. “Ini menurut kami merupakan paket wisata alternatif yang layak saya jual ke konsumen,” tutur Windiarto.
Rombongan Fam Trip dan Media Writer yang berjumlah 31 orang, begitu datang di Desa Panusupan langsung disambut dengan welcome drink berupa minuman nira kelapa (badek) dan wedang jahe. Rombongan datang hampir menjelang petang, dan sejurus kemudian pengurus Kelompok Sadar Wisata ‘Ardi Mandala Giri’, memberikan beberapa arahan dan membagikan homestay untuk tempat berisitirahat. Meski berada di desa, homestay yang dipakai semuanya dalam keadaan bersih dan tertata rapih. Tuan rumah juga dengan cekatan memberikan jamuan makanan khas seperti ketela, atau buah salak yang sedang musim di desa itu.
Rombongan kemudian pada malam hari mengikuti ramah tamah dengan Dinbudparpora, para pengurus Pokdarwis dan Paguyuban Wisata Purbalingga (Wisbangga). Disela-sela diskusi, mereka disuguhi seni tradisi yang sudah nyaris punah. Pokdarwis setempat menyuguhkan seni Rodat yang para penarinya semuanya laki-laki dan sebagian sudah cukup umur. Tak hanya itu, juga disuguhi seni Lengger dan siteran untuk mengiringi makan malam khas desa. Menu makan malam pun sangat sederhana, namun terasa nikmati. Ada sayur nangka, oseng tempe, mendoan, kluban dan ikan asin.
“Kami merasa rindu dengan makanan khas desa seperti ini, suguhannya sangat enak dan rasanya ingin terus nambah,” tutur Pandu, salah seorang peserta dari Semarang yang juga ketua Himpunan Pramu Wisata (HPI) Jateng.
Pada hari kedua, Minggu (29/11), setelah menikmati sarapan di homestay masing-masing, peserta diajak menuju rest area Wana Tirta. Begitu sampai di rest area ini,rombongan dihibur dengan seni Dayakan. Mereka langsung mengambil foto untuk kenang-kenangan. Dana beberapa saat kemudian, para peserta langsung membaur dan ikut menari bersama penari Dayakan. Setelah puas menikmati seni Dayakan dan perbukitan disekitarnya, peserta diajak menuju curug Pesantren. Dengan berjalan kaki sekitar 30 menit, peserta menysuri jalan desa dan jalan setapak. Sayup-sayup dalam perjalanan terdengar suara kothekan lesung yang dibawakan oleh para ibu rumah tangga warga setempat.
Di Curug Pesantren, suasana ternyata semakin seru. Begitu melihat air yang jernih dan terasa segar, para peserta langsung bergegas mendekatinya. Beberapa peserta tak sabar dan langsung melepas baju untuk mandi menikmati kucuran air dari curug setinggi lebih 20 meter ini.
Usai dari curug Pesantren, peserta diajak menuju Regol Ardi Lawet. Ardi Lawet merupakan petilasan penyebar agama Islam Syech Jambu Karang. “Kami tidak mengajak para peserta menuju petilasan Ardi Lawet, karena waktu yang terbatas. Untuk menuju petilasan dibutuhkan waktu sekitar 2 jam pulang pergi dengan berjalan kaki,” tutur ketua Pokdarwis Ardi Mandala Giri, Yanto Mardi yang memandu peserta.
Setelah beberapa saat beristirahan di pintu masuk Regol Ardi Lawet, sebagian peserta tertarik membeli souvenir berupa tongkat dari kayu rotan. Lepas dari Regol Ardi Lawet, peserta diajak menuju Kedung Pingit. Selain untuk menikmati air yang jernih di titik awal sungai, peserta juga diajak menikmati santap siang. Menunyapun tetap sederhana namun menggugah selera. Ada sayur daun talas yang oelh warga di Panusupan disebut sayur Lontop. Lauknya ikan asin, kluban, sambal dan petai yang banyak dijumpai di desa itu.
“Luar biasa makan siangnya, ada petai yang ditambah sambal. Pokoknya nikmati seklai,” tutur Agus Maryono, salah satu jurnalis dari media terbitan Jakarta.
Usai dari Kedung Pingit, peserta diajak melihat kerajinan kayu yang ada di desa setempat. Beberapa peserta memborong kerajinan untuk sekedar oleh-oleh.
Hari menjelang sore, para peserta bergegas untuk kembali ke tempat masing-masing. Setelah berkemas di homestay masing-masing, para peserta kembali berkumpul di sekretariat Pokdarwis untuk berpamitan. Beberapa peserta terpaksa membawa tas yang lebih berat isinya. Para pemilik homestay ternyata banyak yang berbaik hati. Mereka diberi oleh-oleh buah salak. “Wahh ini banyak banget oleh-oleh salaknya. Ibu pemilik homestaynya ramah sekali dan sangat terkesan dengan kedatangan tamu wisatawan,” tutur Evi, salah satu jurnalis dari media terbitan Bandung.
Kepala Dinbudparpora Purbalingga, Drs Subeno, SE, M.Si mengatakan, untuk kegiatan Famtrip kali ini, pihaknya lebih mengenalkan sejumlah destinasi wisata dan desa wisata di Purbalingga. “Kami berharap dengan mengundang teman-teman biro wisata dan para jurnalis bisa ikut membantu promosi pariwisata Purbalingga,” ujar Subeno disela-sela kegiatan. (y)