PURBALINGGA – Puncak peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-150 Gereja Kristen Jawa (GKJ) Purbalingga, Jum’at (6/5) malam berlangsung meriah. Meski sempat diguyur hujan deras, namun ruang kebaktian gereja tetap dipenuhi jemaat. Begitu pula, resepsi yang dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit dihalaman pastori gereja, berlangsung meriah. Nuansa Jawa mewarnai kebaktian dan resepsi peringatan ulang tahun gereja yang berasa di Jalan Jenderal Sudirman 180 itu.
Kebaktian peringatan HUT GKJ diawali dengan iringi-iringan pengkotbah, pendeta, dan pengurus gereja dari halaman gereja. Di barisan terdepan,dua orang yang membawa payung membuka jalan. Dibelakangnya Ketua majelis gereja yang membawa alkitab, dan diikuti para pendeta serta pengurus gereja. Pakaian yang dikenakan mereka menggunakan pakaian adat Jawa, beskap lengkap dengan blangkon dan keris. Begitu pula dengan bahasa yang digunakan dengan Bahasa Jawa.
Setelah sampai di altar gereja, ketua majelis Drs Djoko Prayitno menyerahkan alkitab kepada pendeta Lukas Eko Sukoco, M.Th dari GKJ Purworejo. Pendeta Lukas dipilih untuk memimpin kebaktian dengan tema kotbah ‘Gesang Kawulo Puniko Wonten ing Asta Paduka’ (Hidupku Ditangan-Mu) yang diambil dari surat Mazmur 31:16 a.
Pendeta Lukas Eko Sukoco mengungkapkan, hidup manusia di dunia digolongkan dalam tiga model. Pertama yang disebut model Fatalis, kehidupan manusia menurut seperti air yang mengalir. Manusia yang masuk model ini tidak memiliki rancangan, cita-cita atau bekerja keras untuk kehidupannya. Mereka tidak memiliki visi misi, analisa sosial dan memilih jalan mengikuti seperti air mengalir. Kemudian, model yang kedua adalah Anthrophosentris. Model ini adalah yang memandang manusia sebagai pusat dari segala sistem dan alam semesta. Manusia dan kepentingannya yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedang model ketiga, lanjut pendeta Lukas, adalah model Theosentris. Hidup yang mendasarkan pada kuasa Tuhan. Manusia boleh memiliki keinginan dan cita-cita, namun semuanya harus berserah kepada Tuhan. “Dengan peringatan pekabaran injil di Purbalingga yang sudah 150 tahun, kita harus semakin memaknai bahwa hidup kita harus berserah kepada Tuhan,,” kata Lukas Eko.
Sementara itu dalam respsi peringatan ulang tahun yang digelar usai kebaktian, Sekretaris umum Pelaksana Sinode XXVII Gereja Kristen Jawa Pendeta Aris Widaryanto, S.Th, M.Min mengatakan, kehadiran sebuah gereja bukanlah semata-mata kehadiran orang-orang Kristen di suatu tempat tertentu. Tetapi kehadiran gereja adalah kehadiran karya Allah, baik atas persekutuan orang-orang percaya juga atas masyarakat sekitarnya. “Itu sebabnya, jika kita merayakan HUT ke-150 GKJ Purbalingga, sesungguhnya kita juga sedang bersama-sama merayakan dan mensyukuri karya Allah yang begitu luar biasa atas orang-orang percaya dan masyarakat sekitarnya,” kata Aris Widaryanto.
Aris berharap, dengan perayaan HUT ke-150 GKJ Purbalingga, majelis dan para jemaat dapat semakin merasakan dan menikmati kebersamaan sebagai keluarga Allah. “Seperti tema, Hidupku di Tangan-Mu, tema ini menegaskan bahwa kita ada karena Tuhan, dan untuk Tuhan,”” harapnya.
Ketua panitia HUT ke-150 GKJ, Drs Herman Yulianto mengatakan, peringatan HUT diwarnai dengan berbagai kegiatan yang dimulai sejak bulan Maret 2016, yakni lomba design kaos gaul remaja (20/3), lomba mewarnai gambar untuk anak sekolah mingu dan remaja (27/3), seminar ‘Gereja Ditengah Tantangan Zaman’ (2/4), lomba memasak nasi goreng (10/2), karaoke untuk para orang tua (10/2), volley ball (10/4), festival paduan suara anak se-eks karesidenan Banyumas (24/4), festival band gerejawi remaja se-eks karesidenan Banyumas (1//5), jalan sehat (5/5), pesta rakyat berupa wayang kulit dengan lakon ‘Sesaji Raja Sonya’, oleh dalang Kukuh Bayu Aji dan Bimo Setyo Aji, Jum’at (6/5) malam, dan terakhir kegiatan bakti sosial pada Minggu (8/5). (*)