DINKOMINFO – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah meminta kepada masyarakat untuk peduli dan kritis terhadap isi siaran lembaga penyiaran public televisi dan radio. KPID meminta masyarakat melaporkan jika menjumpai isi tayangan televisi atau isi siaran radio yang menyimpang dari kaidah penyiaran. “Televisi dan radio tersebut menggunakan frekuensi milik milik public dan dikelola negara, serta dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat. Lembaga penyiaran diberi mandate untuk menggunakan frekuensi, namun harus mementingkan kepentingan publik,” kata Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah, Muhammad Rofiudin, M.Ikom.
Rofiudin mengungkapkan hal tersebut pada acara pembekalan kelompok masyarakat pemantau siaran di aula Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Purbalingga, Kamis (20/4). Pembekalan diikuti oleh masyarakat pemantau siaran, komunitas masyarakat pemerhati siaran, kelompok informasi masyarakat (KIM) dan tokoh masyarakat siaran lainnya.
Rofiudin mengungkapkan, beberapa acara siaran televisi dan radio sudah mendapat teguran karena isi siarannya yang dinilai tidak mendidik dan melanggar norma-norma kepenyiaran. “Beberapa stasiun televisi dan radio telah ditegur oleh KPID karena isi siaran yang tidak berkualitas dan melanggar norma. Namun, masih ada yang membandel juga. Oleh karenanya, peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk ikut ambil bagian mengawasi isi siaran sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran,” kata Rofiudin yang juga mantan jurnalis Koran Tempo ini.
Rofiudin mengatakan, televisi sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dari keluarga Indonesia. Dalam satu keluarga bahkan ada yang memiliki televise lebih dari satu. Dan keluarga tersebut hamper setiap hari menikmati siaran televise. Tontonan televisi pada dasarnya memberikan Pengaruh langsung (direct effects) kepada penonton. Penonton kemudian menjadi lebih agresif, dan menerima prinsip penggunaan agresi untuk mengatasi konflik. Pengaruh lain, yakni terjadinya penumpulan kepekaan (desensitization), penonton menjadi tumpul perasaannya ketika melihat kekerasan yang terjadi dalam kehidupan nyata disekeliling mereka, dan juga televise bisa memberikan pengaruh sindrom dunia ganas/keras (mean world syndrome), penonton menjadi yakin bahwa kehidupan di dunia nyata ini memang ganas/keras seperti digambarkan dalam televisi.
Sedang pengaruh radio, lanjut Rofiudin, adanya realitas terimaginasi (Imagined Reality). Siaran radio yang hanya menampilkan suara tanpa menampilkan gambar, membuat pendengar mendapat stimulus untuk berimaginasi secara bebas. Kemudian pengaruh cepat dan langsung, siaran radio diproduksi dan disampaikan kepada pendengar dengan proses yang sangat singkat dan cepat, dan memiliki pengaruh yang instan. “Siaran radio juga berdampak pada perilaku pendengarnya. Posisi radio yang dekat dengan pendengar, menjadikan suasana semakin akrab dan pendengar cenderung lebih terpengaruh dengan apa yang di sajikan di radio,” kata Rofiudin.
Rofiudin menegaskan, akibat kepentingan bisnis, lembaga penyiaran baik televise maupun radio berpotensi menyimpang melalui program siaran yang disajikan. Agar lembaga penyiaran dapat befungsi dan memberi kemanfaatan kepada masyarakat maka perlu diatur dan dikontrol sebagaimana regulasi dalam Pedoman Perilaku penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). “Lembaga penyiaran jumlahnya banyak dan belum terjangkau oleh pemantauan KPID sehinggaperlu keterlibatan masyarakat,’ tegas Rofiudin.
Rofiudin mencontohkan hal-hal yang perlu diawasi pada isi siaran radio, seperti lagu-lagu berlirik saru, merendahkan martabat manusia, iklan pengobatan yang menjanjikan kesembuhan, berlebihan/superlatif, dan memuat testimoni, iklan obat vitalitas, alat bantu seks, kata-kata vulgar (di atas pukul 22.00), jam siar iklan rokok (di atas pukul 21.30), program talkshow konsultasi seks, pengobatan supranatural, mistik (di atas pukul 22.00), kata-kata penyiar saru/menggoda/kasar/menjelek-jelekkan orang, serta kekerasan verbal seperti pencemaran nama baik, makian, siaran pemilukada (pemanfaatan radio untuk sekretariat tim sukses, berpihak pada calon tertentu/menjelek-jelekkan calon tertentu, batasan siaran iklan kampanye (batasan waktu, durasi, dan jumlah sesuai peraturan), siaran agama (menjelek-jelekkan agama lain, menyalahkan keyakinan/paham tertentu yang sah menurut negara), radio yang hanya memutar lagu/program tanpa penyiar dan radio ilegal.
“Selain aspek dalam dalam siaran radio, hal yang perlu diawasi dalam siaran televise yakni cara berbusana artis/pengisi program, kekerasan baik kekerasan verbal seperti kata-kata kasar, ejekan, hinaan, pelecehan, kemudian kekerasan fisik seperti perkelahian, penganiayaan, adegan berdarah-darah, tabur bedak/tepung, adegan reka ulang secara detil dan peristiwa penegakan hukum/musibah yang melibatkan anak,” kata Rofiudin sembari menambahkan untuk pengaduan bias melalui SMS ke nomor 0813 260 26000 atau email ke kpidjateng@yahoo.com. (yit)