PURBALINGGA  – Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga mentargetkan kunjungan wisatawan ke desa wisata pada tahun 2016 ini sebanyak 1 juta wisatawan. Target itu seiring dengan pergeseran kunjungan wisatawan ke desa dan kebijakan Pemkab Purbalingga yang memacu desa pengembangan wisata.

            “Tahun 2015 lalu, jumlah wisatawan yang berkunjung ke desa wisata mencapai 276 ribu orang. Tahun 2016 ini kami mentargetkan 1 juta wisatawan bisa berkunjung ke desa wisata,” kata Kepala Dinbudparpora Purbalingga, Subeno saat membuka pelatihan pemandu wisata bagi pengelola desa wisata dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Operation Room Graha Adiguna, Rabu (23/3).

            Dikatakan Subeno, Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Purbalingga pada tahun 2015 sebanyak 1.579.098 orang wisatawan. Jumlah ini belum termasuk wisatawan ke desa wisata. Sementara pengunjung ke desa wisata sebanayak 276 ribu orang. “Melihat tren kunjungan ke desa wisata sejak awal Januari 2016 hingga saat ini, kami optimis wisatawan ke desa wisata pada tahun ini bisa mencapai 1 juta orang. Artinya, pada tahun 2016, total wisatawan ke Purbalingga bisa mencapai 2,5 juta orang, dan  Purbalingga optimis menjadi destinasi wisata utama di Jateng,” kata Subeno optimis.

            Dari target kunjungan ke desa wisata 1 juta orang, lanjut Subeno, akan disuplai dari 13 desa wisata yang sudah layak jual. Jika setiap desa wisata dalam satu tahun bisa dikunjungi 100 ribu orang, maka target itu akan bisa tercapai. “Saat ini saja, pengunjung ke Desa wisata Serang sudah lebih 100 ribu, belum lagi ke Panusupan Kecamatan Rembang, setiap bulannya bisa mencapai 11 ribu orang,” kata Subeno.

Untuk mencapai target tersebut, Pemkab melalui Dinbudparpora, Bappeda dan pegiat wisata terus bersinergi memacu pengembangan desa wisata. Kebijakan Pemkab melalui Dinbudparpora dengan menerjunkan lima orang tenaga fasilitator desa wisata yang terseleksi, sementara Bappeda mendukung penganggaran Bantuan Keuangan Khusus (BKK) serta dukungan pembangunan infrastruktur ke desa-desa wisata.

Sementara itu, dibagian lain, Subeno mengatakan, pihaknya mengapresiasi pelatihan pemandu wisata sebagai bagian untuk memperkuat desa wisata dalam melayani wisatawan. Seorang pemandu, kata Subeno, harus memiliki pengetahuan yang luas tentang pariwisata.  Pengetahuan kepariwisataan itu didukung dengan skill dan attitude yang mumpuni. Ketrampilan lain yang perlu didukung yakni penguasaan teknologi informasi. “Saat ini informasi melalui internet sudah menyentuh seluruh pelosok dunia. Tidak harus orang kota besar yang menguasai pasar wisata, dari desa pun bisa menguasai dunia,” kata Subeno.

Dalam hal skill, kata Subeno, seorang pemandu harus memiliki soft skill dan hard skill. Kemampuan soft skill ditunjukkan seorang pemandu dalam mengatasi permasalahan. Kemampuan ini didasari juga dari pengalaman lapangan dalam melakukan pemanduan. Sementara dalam hal hard skill,seorang pemandu harus memiliki attitude, dan konsep diri yang baik.

Sementara itu Ketua DPC Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Purbalingga  Aris Widianto menegaskan, public speaking sangat penting bagi seorang pemandu. Hal ini karena berkaitan dengan salah satu syarat untuk menjadi pemandu wisata yang profesional. Pemandu dituntut untuk lebih bisa berkomunikasi dengan wisatawan, bersikap ramah dan sopan, serta memiliki rasa tanggungjawab terhadap kenyamanan wisatawan.

“Cara berkomunikasi yang baik ini akan memberikan kesan positif dari wisatawan yang dipandu. Jika mereka merasa puas, maka akan memberitahukan kepada rekan-rekannya, dan tentu hal ini menjadi salah satu media promosi daya tarik wisata tertentu,” kata Aris yang juga trainer dari Kementerian Pariwisata.

Nara sumber lain, Pandu Satya Graha, dari Biro Diklat DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Jateng, mengatakan, ada 56 jenis usaha pariwisata termasuk kepemanduan wisata yang harus mendapat sertifikasi dari Kementerian Pariwisata. Pemerintah saat ini membuka peluang untuk sertifikasi gratis yang dibiayai dari dana APBN, namun ada juga pelatihan dan sertifikasi mandiri.  (Hardiyanto)