PURBALINGGA – Ribuan warga masyarakat dan wisatawan memadati kawasan wisata Lembah Asri Desa Wisata Serang, Kecamatan Karangreja, Sabtu (15/10) siang. Mereka datang untuk menyaksikan puncak Festival Gunung Slamet (FGS) II. Selain menyaksikan ruwatan agung, para pengunjung mengikuti rebutan gunungan hasil bumi.

            “Animo warga masyarakat setempat dan sekitarnya serta para wisatawan yang datang membuktikan bahwa Festival Gunung Slamet berjalan sukses dan banyak diminati wisatawan. Sudah sejak awal kami perkirakan, wisatawan dari luar Purbalingga akan datang untuk menyaksikan FGS pada puncaknya, hari Sabtu, karena hari tersebut merupakan hari libur akhir pekan. Mereka memiliki waktu liburnya Sabtu dan Minggu, jadi tidak benar jika ada yang mengatakan FGS kurang greget,” tegas Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga Drs Subeno, SE, M.Si disela-sela acara ruwatan agung, Sabtu (15/10).

            Dikatakan Subeno, selain libur anak sekolah atau libur lebaran, lokasi daya tarik wisata dipastikan akan ramai setiap Sabtu dan Minggu. Begitu pula wisatawan yang datang ke desa wisata Serang, mereka memilih untuk berkunjung hari Sabtu atau Minggu. Dan secara kebetulan karena ada even FGS, maka mereka datangnya juga akhir pekan. “Selain datang ke Lembah Asri, daya tarik wisata Kampung Kurcaci yang juga berada di Desa Serang, juga terkena dampak kunjungan yang membludak. Demikian, para penjual makanan, para penjual mengaku dagangannya laris, dan yang membelinya, tentunya para wisatawan, jarang warga setempat membeli jajanan makanan di lokasi wisata di desanya,” kata Subeno.

            Sebelum puncak FGS, acara dimulai dengan kirab air Sikopyah yang sebelumnya disemayamkan di halaman balai desa dibawa menuju rest area Lembah Asri. Sebanyak 777 pembawa lodong tempat air yang terbuat dari bambu, satu persatu mengambil lodong tersebut dan bersiap menuju rest area. Di barisan warga yang membawa lodong bambu, warga setempat juga membawa belasan gunungan sayuran, tumpeng makanan khas, dan menampilkan atraksi musik rakyat seperti kentongan atau membawa patung api berukuran besar. Warga setempat untuk kaum wanita semuanya memakai kain kebaya, sementara warga pria memakai baju hitam-hitam dan sebagian lainnya mengenakan batik untuk menyambut wisatawan.

            Anak-anak sekolah di wilayah Karangreja juga ikut memeriahkan puncak FGS tersebut. Sejumlah pelajar menampilkan busana baju dari sapu glagah, busana model Goa Lawa, dan sejumlah penampilan menarik lainnya.

            Setelah sampai di rest area, satu persatu air yang ada di bambu tersebut ditumpahkan ke dalam satu tempat. Dalang Ki Sutama kemudian memimpin jalannya ruwatan. Sutama menyatakan jika ruwatan harus dibedakan dengan tradisi budaya dan soal agama.

            Usai ruwatan, belasan gunungan sayuran yang berisi wortel, kobis, luncang, sawi, tomat, kentang, terong, jagung dan berbagai jenis sayuran lainnya diperebutkan oleh para pengunjung. Warga setempat justru tidak banyak yang mengambil, mereka sengaja memberikan gunungan itu untuk diambil oleh pengunjung. Bahkan, ada satu mobil yang dipenuhi sayuran juga sengaja diberikan kepada pengunjung. Warga setempat lebih memilih mengambil air Si Kopyah yang telah diruwat dengan menggunakan kendi kecil. Konon dipercaya, air dari Sikopyah yang telah diruwat itu akan mendatangkan berkah bagi warga masyarakat.

“Warga disini ibaratnya sudah memiliki banyak tanaman sayuran, sehingga kami sengaja untuk diberikan kepada pengunjung. Biar pengunjung senang dan bisa menikmati wisata di Serang,” kata Marmo, salah seorang warga pembawa gunungan sayuran.

Setelah puncak FGS pada Sabtu siang (15/10), FGS ditutup dengan pentas Jazz Gunung dengan bintang tamu Isyana Saraswati. Meski suasana udara dingin, namun ribuan pengunjung juga memadati jazz gunung tersebut. Para penonton jazz gunung kebanykan justru dari pendatang luar daerah. (y)